gitar, elektronika, catur, religi dan matematika, politik, seni budaya, dan semua yang ada didunia ini

Kamis, 15 Maret 2012

Basic Recording 5

MICROPHONES

Umumnya Mixer Profesional hanya memiliki Microphone Inputs (XLR), yang artinya Mixer Pro ini hanya melihat dunia secara Low Impedance Balanced Connetion, sementara Line Level Signal Ins and Outs hanya terdapat pada Insertion Point ( Patch Bay) yang sebenarnya tidak ditujukan buat signal dari luar.

Ini dapat dimengerti dengan melihat konektor yang dipakai pada Patch Bay Mixer Mixer Profesional, yaitu Konektor Bantam.

Kemudian hampir semua musisi yang memakai alat musik elektrik atau elektronik hanya mempunyai output yang terdiri dari Line Level alias Instrument Kabel.
Jadi bagaimana caranya agar dapat memasukkan signal instrument mereka Direct ke Mixer ?
Yaitu memakai Direct Box.

Melihat Desain Mixer Profesional seperti ini membuat timbul pemikiran bahwa mengapa rekaman yang semuanya hanya terdiri dari Line Level Signal Input, seperti Drum Machine, Synth, Keyboard, Direct guitar dan Bass.
Seperti halnya pada Industri Musik Indonesia di Jaman MIDI tahun 1987 itu semua bunyinya "Sucks".
Karena tidak ada Room Ambient sama sekali, itu jawabnya !
Jadi kalau anda merasa rekaman anda itu sama sekali tidak memakai Mic Input kecuali Track Vocal semata wayang.
Maka jangan heran kalau rekaman anda itu terdengar tipis tidak enak, (Musisi Pop Daerah..pay attention).

Menangani rekaman yang banyak memakai Mikrofon adalah suatu tantangan yang menarik, kepuasan yang didapat jika berhasil membuat suatu rekaman yang bagus adalah suatu karya seni.
Hal yang paling kritis dan rumit adalah bagaimana cara dan jenis mic apa yang dipakai untuk merekam suatu instrument, ini adalah aspek yang paling penting dalam dunia rekaman.
Dari sinilah asalnya semua rekaman yang bisa dikategorikan karya seni, dari tehnik Miking yang sempurna.

Tapi tahukah anda harga harga dari berbagai jenis Microphone Profesional itu ? Seperti AKG C12 ? Neumann U47 Tube ? Lebih dari Rp.50Jt !
Kemudian anda tentunya perlu juga Mic seperti AKG 414 dan 451 beberapa buah dan masih banyak lagi jenis lain yang sudah legendaris, termasuk Shure SM57 yang rada murah itu.

Tetapi kebanyakan Mic profesional ini terutama yang keluaran baru (China/Taiwan), sudah tidak mempunyai karakter yang sama lagi dengan keluaran lama (Eropa), Shure SM 57 yang baru buatan China tidak sama lagi dengan yang lama keluaran USA.
Hal ini sama dengan Pick-Up Gitar (Spul) yang buatan Korea dibandingkan dengan yang asli USA DiMarzio, perbedaannya sangat jauh dalam karakter bunyi yang tebal.

USA dan Eropa terkenal dengan peralatan audio yang bunyinya tebal sementara Asia bunyinya tipis tipis.
Pernahkah anda mendengar bunyi keyboard Moog, Prophet atau Emulator di studio rekaman, kemudian mendengarkan bunyi keyboard Roland atau Korg ? Perbedaannya seperti Doyok dengan Shwarzeneger.

Atau perbedaan bunyi dari Reverb Mahal keluaran Yamaha (Asia) seperti Rev7 dengan reverb dari Lexicon (western) seperti 448XL ? Seperti bumi dan langit.

Jadi perjuangan untuk mendapatkan sound rekaman yang bagus mulai dengan pemakaian peralatan yang bagus : Ruangan yang bagus, Tape Recorder atau Digital Recorder yang bagus, Mixer yang bagus, PreAmp yang bagus, Microphones dan Compressor Limiter Expander, Delay Unit, Reverb dan lain lain semuanya harus bagus sampai kepada Kabel Kabel yang bagus.

Tanpa itu, semuanya tidak akan bisa diperbaiki di Mixing (Fix it on the Mix).
Sound yang bagus itu sama sekali bukan dari keahlian kita mengilik-ngilik Equalizer, sama sekali jauh dari itu. EQ malah lebih besar potensi merusaknya dari pada memperbagus sound.

Sound yang bagus itu datangnya dari pemakaian alat alat yang bagus, setting level yang maksimal dan kontrol Gain yang tepat. Bukannya dari pemakaian Reverb, Delay atau Efek Efek lainnya yang bejibun.
Hal itu malah akan bikin nggak jelas mixingan kita. Tambah sedikit efek tambah jernih bunyi rekaman.
Analoginya sama dengan Video : Tambah banyak efek Video tambah kabur gambarnya.

TYPES OF MICROPHONES

Mikrofon itu adalah sebuah Transducer seperti halnya Pick-Up Gitar atau pun Loud Speakers. Transducer adalah alat yang mengubah satu macam energi kedalam bentuk energi lainnya.
Mic merubah energi akustik menjadi energi Electromagnetic.
Bagaimana cara mic merubah energi inilah yang menentukan tipe dari Mic tersebut.

Dynamic atau Moving Coil :

Adalah yang paling umum, seperti Senheiser MD421, Shure SM57 atau SM58.
Kita tidak perlu mendalami bagaimana caranya Dynamic Mic meng-konversi energi, yang perlu kita ketahui adalah Mic Dynamic itu kuat tahan banting dan murah.
Bisa menerima sound dengan level suara yang tinggi tanpa clipping. Tetapi tidak sensitif untuk frekuensi tinggi dan rendah alias Frequency Response-nya terbatas.
Jadi cocok untuk Ampli Gitar yang toh tidak diperlukan untuk mengeluarkan bunyi pada frekuensi diatas 7Khz atau pada Snare Drum, perkusi dan lain lain.
Untuk merekam sesuatu yang perlu definisi High seperti Vocal atau Acoustic Guitar, mic jenis ini kurang cocok.
Kecuali untuk dipanggung, dengan alasan tahan banting.

Condenser :

Mic jenis ini harus memakai power, untuk yang rada murah, memakai batterei didalam mic-nya.
Ini lebih dikenal dengan nama "Electret", buat jenis yang Pro, harus memakai power supply sendiri atau memakai Phantom Power dari Mixer.
Ini akan dijelaskan lebih lanjut pada artikel berikut.

Bagi Engineer pemula yang dilempar sendiri ke sebuah Studio akan bingung mengapa Mic yang dia pasang itu tidak berbunyi, apanya yang salah ? Semua routing sudah benar tapi no-signal. Sementara Mic yang dipasang adalah AKG414 yang condenser itu. Jadi gimana dong ?

Pernah lihat tombol kecil di mixer yang bertuliskan +48Volt ? Itulah Phantom Power.
Tekan saja pada channel dimana Mic itu dikoneksi. Maka "Voila" mic akan berbunyi !

WARNING : Harap diketahui jika sebuah Mic sudah memakai Power Supply Box sendiri, seperti pada Mic Neumann U87 atau Rode Classic Tube maka jangan sekali-kali menekan tombol +48Volt DC di channel yang bersangkutan kecuali anda adalah seorang Teroris yang suka Sabotase.
Mic itu akan rusak seketika !

TIPE LAIN :

Masih banyak lagi tipe mic yang ada di dunia, cukup kita ketahui eksistensinya seperti : Clip-On Mic atau disebut Lavalier (Tipe Sony PCM atau AKG 395), Boundary Mic atau PZM (dari pabrik orisinalnya Crown PZM) yang bentuknya seperti Ikan Pari ditempel dilantai atau dinding, Shot Gun Mic seperti dipakai shooting Sinetron, Stereo M/S mic yang kembar siam dengan dua kepala atau yang berbentuk seperti headphone dipakai dikepala, Ribbon Mic yang sangat ringkih (Fragile) itu dan lain lain.

Bahasa Mic :

Seorang Sound Engineer biasanya bicara Mic dengan menyebutkan nama model : Seperti AKG D12,AKG D112 atau Neumann U47Fet untuk Bass Drum, Shure SM57 untuk Snare atau Ampli Gitar, Ampli Bass atau Floor Tom pakai EV (Electro Voice) RE20 atau PL20, Toms atau Perkusi Dang-Dut pakai Sennheiser MD421, Hi-Hat dan akustik gitar pakai AKG451 atau Shure SM81, Cymbal Overhead pakai AKG414TL atau B-ULS dan Vocal pakai Neumann U87, AKG C12 Tube atau Rode Classic Tube.

Pendatang baru yang masuk didalam konversasi Sound Engineer adalah dari Merek Rode dan Audio Technica.
Untuk jenis Shure yang masuk kategori Pro Recording hanyalah SM57, diluar itu tidak.
Jadi jangan kena tipu Sales marketing yang bersumpah bahwa Mic Shure terbarunya untuk rekaman Vocal itu bagus sekali karena bentuknya besar dan mengerikan.

POLAR PATTERN :

Setiap Tipe Mic mempunyai Polar Pattern atau Pick Up Pattern atau kadang disebut juga dengan "Directional", ini menentukan dimana area sekitar Mic yang sensitif dalam menerima signal. Penting untuk kita ketahui setiap karakter Directional dari Mic yang dipakai agar kita dapat menentukan penempatan yang paling efektif.

BUAH APEL DAN ANGKA DELAPAN :

Sering Operator Indonesia mengatakan Gambar Directional itu dengan nama gambar Apel atau angka delapan.
Gambar seperti buah apel itu disebut Mic yang punya directional Cardioid (seperti hati), semua mic Dynamic hanya mempunyai karakter Cardioid.
Cardioid artinya mic ini hanya sensitif dari depan saja dan kurang sensitif dibagian samping, apa lagi dari belakang.

Kemudian ada yang punya karakter Hypercardioid seperti Mic Shot Gun yang dipakai di Broadcast, ini artinya sensitif dengan jarak jauh kedepan tapi tidak dari samping tetapi ada sedikit dari belakang.

Ada juga yang tipe Supercardioid dengan karakter kurang lebih mirip dengan sebelumnya.
Untuk yang bergambar lingkaran itu namanya Omnidirectional, mengambil signal dari sekelilingnya.
Mic ini cocok dipasang ditengah tengah kerumunan Ibu Ibu Dharma Wanita yang sedang bernyanyi.

Kemudian yang angka delapan, ini disebut Bidirectional atau Figure Eight.
Ini sama sensitifnya dari depan dan belakang tapi tidak dari samping. Cocok untuk backing vocal yang berhadap-hadapan.
Kebanyakan Mic mahal punya setting Directional yang bisa dirubah rubah.

MICPRE dan PHANTOM POWER :

MicPre adalah suatu Amplifier yang meng-amplifikasi signal Mic (-50dBm) menjadi Line Level Signal yang gampang di handle oleh Mixer.
Ini membuat signal memiliki level/gain yang berlimpah serta tidak gampang terpengaruh induksi dari luar (Noise).

MicPre ini berada pada urutan paling pertama dari signal route di Mixer, yaitu pada Rotary Pot paling atas pada suatu Mixer yang biasanya diberi label TRIM atau GAIN.

Seorang Engineer kadang merasa bahwa MicPre yang terdapat pada Mixer-nya (On-Board) itu masih kurang berkualitas.
Dia sangat menyadari bahwa kualitas suara adalah pertama tama produk dari karakter MicPre itu sendiri.
MicPre yang terdapat pada sebuah Mixer itu biasanya berjumlah 24 atau 32 dan jika Mixer itu dipasang MicPre yang berkualitas tinggi (Class A) maka harganya akan melambung tak tergapai oleh Pasar.
Sehingga kompromi pemakaian MicPre rada murahan terpaksa dilakukan untuk menekan harga jual Mixer.

Mixer kelas dunia yang sudah terbukti memiliki MicPre On-Board yang kelas wahid hanya sedikit jumlahnya, misalnya dari Merek SSL (Solid State Logic) dan NEVE dari England.
Ini dua merek yang merupakan favorit para Profesional, yang lainnya lagi adalah Trident, Amek dan Harrison serta Pacifica dari USA.

Diluar dari merek ini dianggap masih kurang Pro oleh banyak Engineer, termasuk SoundCraft yang kami pakai.
Tapi harap di-ingat bahwa Mixer diatas itu umumnya berharga paling murah Rp.750Jt, jadi kalau Mixer anda berharga Rp.250 Jt maka anda pun belum termasuk liga profesional.

Tapi jangan putus asa dulu ! Karena seperti yang sudah dikatakan bahwa MicPre-lah yang paling menentukan karakter sound dari suatu rekaman.
Berarti walaupun Mixer kita belum Pro tapi kita bisa membeli beberapa Outboard MicPre yang Class A seperti Focusrite atau Amek Neve maka kita sedikitnya bisa merasakan sound yang dirasakan oleh para Dewa Dewa Rekaman itu setiap harinya.

Tetapi penting untuk me-routing Output dari MicPre mahal itu kedalam Prosesor seperti Kompresor yang juga berkualitas setara dengan MicPre-nya kemudian dikirim langsung ke pita (recorder).
Jangan sampai output dari MicPre mahal itu dimasukkan lagi ke alat murahan seperti Mixer merek Boss atau Compressor dari Digital Multi Effect, sehingga meng-gagalkan tujuan semula.

Dengan cara Direct To Tape Recoding ini minimal kita memiliki signal kelas wahid didalam recorder kita, selanjutnya untuk Mixing, materi bisa dibawa ketempat yang memiliki Mixer kelas wahid untuk di Mix ataupun ketempat yang memakai ProTools HD III Accel.

Jika kita me-Mix-nya sendiri ditempat kita, maka signal itu kembali masuk kedalam Mixer kita yang rada rada kurang prof sound-nya.
Tetapi karena semua signal sudah Line Level maka tidak terlalu terasa lagi kekurangan dari kualitas Mixer kita itu.
Cara merekam dengan eksternal MicPre seperti dijelaskan diatas itu disebut dengan cara rekaman Direct to Tape.

PHANTOM POWER SUPPLY :

Masih banyak Engineer pemula yang sering rancu tidak mengetahui perbedaan MicPre dengan Microphone Power Supply Box.
Sehingga pemahaman-nya sering terbalik balik, power supply dikira MicPre.
Phantom Power kegunaannya hanya satu yaitu untuk memberi-power buat Microphone yang ber jenis Condenser.

Biasanya Mixer mengirim +48Volts DC melalui kabel Mic untuk mem-power Mic Condenser tersebut, tapi pada Mic jenis mahal memiliki Eksternal Power Supply sendiri berbentuk Kotak dengan beberapa Rotary Pot.
Eksternal Power Supply inilah yang sering dikira MicPre oleh banyak Engineer pemula.

Paling perlu untuk diperhatikan adalah jangan sampai melakukan double power, ini satu kesalahan yang fatal akibatnya.
Seperti sudah ditulis sebelumnya bahwa Mic Condenser mahal sudah memiliki kotak power supply sendiri, misalnya Neumann U87 atau Rode Classic Tube.
Jika Mic ini sudah terpasang ke Mixer lewat kabel XLR dan power supplynya sudah dinyalakan maka please please me jangan sekali-kali menekan tombol +48 yang ada di Mixer.
Kecuali jika intensi anda adalah untuk sabotase studio.
Ini akan memusnahkan mic mahal tersebut.
Juga, jangan sampai mencabut kable mic yang sedang di Phantom dari panel saat mixer masih dalam keadaan monitor signal Mic tersebut. Mic nya akan hancur bleh !!
Kill switch engage dulu channel nya !!

Phantom Power untuk Dynamic Mic tidak akan mengakibatkan kerusakan apa apa.
Beberapa jenis Mixer terutama yang kelas murah atau DAW hanya memiliki satu Phantom Power untuk semua channels, jadi sekali dinyalakan akan mengirim power ke semua channels sekaligus.
Ini bisa menjadi bencana alam jika pada channel lain sudah terkoneksi sebuah Mic seperti Neumann U87 dengan power supply-nya sendiri sementara anda masih perlu untuk memakai Mic Condenser lain lagi yang nota-bene memerlukan Phantom Power dari Mixer.

Jika Phantom dinyalakan maka Neumann akan rusak, jika tidak maka Mic condenser lain nya tidak bisa dipakai. Kalau Mic Condenser anda itu bukan dari jenis Electret yang bisa pakai batterei seperti AKG C1000 maka jalan keluarnya tidak ada, kecuali mencabut Mic Neumann itu dan ganti Mixer yang punya individual Phantom switch pada setiap channel nya.

Kesimpulan nya, Mixer yang mempunyai Phantom Power switch secara keseluruhan bukan nya individual Channels, itu jangan di beli ya, tidak bisa dipakai untuk kerja Profesional.

2 komentar: