gitar, elektronika, catur, religi dan matematika, politik, seni budaya, dan semua yang ada didunia ini

Kamis, 13 Oktober 2011

profil rhoma irama

Rhoma Irama

Latar belakang
Nama lahir Raden Irama
Nama lain Rhoma Irama
Lahir 11 Desember 1946 (umur 64)
Bendera Indonesia Tasikmalaya, Indonesia
Kota Sekarang Bendera Indonesia Jakarta, Indonesia
Jenis Musik Dangdut
Pekerjaan Penyanyi
Aktor

Vokal
Pasangan Veronika (bercerai)
Ricca Rachim
Angel Lelga (siri-bercerai)
Marwah Ali
Anak Perkawinan dengan Ricca Rachim:
Debbie Veramasari (Debby Irama)
Fikri Zulfikar (Vicky Irama)
Romy Syahrial (Romy Irama)
Perkawinan dengan Ricca Rachim:
Ridho Irama [1]
Orang tua Ayah: Raden Irama Burdah Anggawirya
Situs resmi www.rajadangdut.com
Raden Oma Irama yang populer dengan nama Rhoma Irama (lahir di Tasikmalaya, 11 Desember 1946; umur 64 tahun) adalah musisi dangdut dari Indonesia yang berjulukan "Raja Dangdut".

Jakarta - ”Banyak orang bermain musik/Bermacam-macam warna jenis musik/Dari pop sampai yang klasik/Bagi pemusik yang anti Melayu/Boleh benci, jangan mengganggu/Biarkan kami mendendangkan lagu/Lagu kami lagu Melayu.”

(“Musik”, Rhoma Irama, 1977)

Sebuah refleksi eksistensi musik dangdut, dititahkan oleh raja dangdut yang tak pernah turun tahta: RHOMA IRAMA.

Deretan lirik lagu “musik” milik Rhoma Irama ini terus menari-nari di benak saya saat duduk di salah satu ruangan Metro TV bersama Najwa Shihab, pembawa acara Mata Najwa. Siang itu, 5 Juli 2011, kami menunggu kedatangan Rhoma Irama yang diundang sebagai narasumber Mata Najwa dengan tema “Orkestra Politika”.

Saya yang juga diminta untuk menjadi narasumber sebetulnya menyambut dengan sukacita ajakan Metro TV ini. Karena ini untuk pertama kalinya saya duduk berdampingan dengan si Raja Dangdut, kesempatan ini tak saya sia-siakan untuk mewawancara Rhoma Irama. Berhubung kesibukannya luar biasa, janji untuk wawancara dengan beliau selama ini selalu tanpa titik temu.

Ketika Rhoma Irama muncul di studio Metro TV, saya lalu menyergah dengan pertanyaan: ”Bang, kenapa menggunakan bahasa Inggris saat mendeklarasikan Soneta sebagai Sound Of Moslem? Ingin menyaingi musik rock?”

Dengan tenang diikuti senyum tipis dan aksentuasi khas yang teratur, Rhoma Irama menjawab: ”Karena saya ingin musik dangdut ini dikenal tak hanya di Indonesia, maka saya pakai bahasa Inggris. Bahasa Inggris kan bahasa dunia. Saya tak ingin menyaingi rock. Saya suka rock. Di era ’70-an, rock menguasai dunia. Di mana-mana orang mendengar dan memainkan rock. Deep Purple dan Led Zeppelin dipuja, termasuk di Indonesia.”

Menurut Rhoma Irama, dia bersama Soneta Group mulai mencanangkan dan mengibarkan panji Sound of Moslem pada 13 Oktober 1973. ”Kami menetapkan musik sebagai media dakwah. Bukan for fun only. Kami berinisiatif menyampaikan pesan-pesan moral dan sebagainya. Jihad saya yang pertama di pentas musik adalah mengucapkan ’Assalamualaikum’ di pentas. Seingat saya, itu berlangsung di Ancol, saat mengucapkan salam itu kami dilempari sandal, botol dan juga lumpur. Karena saat itu mengucapkan ’Assalamualaikum’ di pentas pertunjukan adalah hal yang tabu,” ungkap beliau.
“Di tahun 1970, Deep Purple dan Led Zeppelin membuat dunia kena rock fever. Semua jenis musik tunduk di bawah rock. Dominasi rock itu pun terlihat di Indonesia. Saya sendiri saat itu main musik pop dan orkes melayu. Saya buat satu revolusi melayu menjadi dangdut dengan berbagai aspeknya berubah seperti rock. Itu satu strategi saja supaya musik melayu atau dangdut bisa setara dengan musik rock. Mulai dari sound system hingga lighting ratusan ribu watt kemudian stage act yang jungkir balik, termasuk rambut gondrong menjuntai,” ujar Rhoma Irama mengisahkan awal dari Orkes Melayu Soneta yang menyandingkan dangdut dan rock.

“Saya banyak mengambil inspirasi dari teknik permainan gitar Ritchie Blackmore dari Deep Purple,” imbuh Rhoma Irama. Walaupun Ritchie Blackmore sudah lama tak tergabung dengan Deep Purple, toh Rhoma Irama masih menyukai Deep Purple. Saat Deep Purple menggelar konser di Jakarta Convention Center pada tahun 2002 silam, beliau terlihat di antara penonton.

Rock sendiri bukanlah hal baru bagi Rhoma Irama.”Ketika saya mengiringi beberapa album solo pop Rhoma di akhir ’60-an hingga awal ’70-an, saya merasa bahwa Rhoma memang terbiasa mendengar musik rock,” komentar gitaris Jopie Item dengan bandnya D’Galaxies yang mengiringi beberapa album solo Rhoma Irama.

Apabila Miles Davis melumuri musiknya dengan darah rock yang segar karena jazz saat itu kurang memikat perhatian anak muda, maka hal yang sama pun dilakukan Rhoma Irama dengan mengadopsi geletar rock dari kelompok hard rock Inggris, mulai dari Deep Purple hingga Uriah Heep. Karakter permainan gitar Blackmore yang sering memuntahkan high pitch note dan tone bending pun diserapnya. Pengaruh gitar solo Blackmore dalam interlude “Child In Time” atau lengkingan suara vokalis Ian Gillan bisa ditemui dalam karya-karya Rhoma Irama di paruh ’70-an. Bahkan dalam lagu “Santai” (1977), Rhoma menyusupkan atmosfer musik funk seperti yang dimainkan James Gang dalam lagu “Kick Back Man” (1972).

Formula dangdut rock yang diracik Rhoma Irama justru diikuti oleh Achmad Albar, vokalis God Bless, yang membuat album dangdut bertajuk Zakia (1979), dengan musik yang ditata oleh gitaris Ian Antono. Termasuk Reynold Panggabean dari The Mercy’s yang membentuk kelompok dangdut rock bernama Tarantulla di tahun 1980, yang juga banyak menyusupkan pola permainan gitar ala Ritchie Blackmore melalui Fadil Usman, gitaris rock yang pernah tergabung dalam The Minstrels hingga Brotherhood.

Sekilas

Pada tahun tujuh puluhan, Rhoma sudah menjadi penyanyi dan musisi ternama setelah jatuh bangun dalam mendirikan band musik, mulai dari band Gayhand tahun 1963. Tak lama kemudian, ia pindah masuk Orkes Chandra Leka, sampai akhirnya membentuk band sendiri bernama Soneta yang sejak 13 Oktober 1973 mulai berkibar. Bersama grup Soneta yang dipimpinnya, Rhoma tercatat pernah memperoleh 11 Golden Record dari kaset-kasetnya.
Berdasarkan data penjualan kaset, dan jumlah penonton film- film yang dibintanginya, penggemar Rhoma tidak kurang dari 15 juta atau 10% penduduk Indonesia. Ini catatan sampai pertengahan 1984. "Tak ada jenis kesenian mutakhir yang memiliki lingkup sedemikian luas", tulis majalah TEMPO, 30 Juni 1984. Sementara itu, Rhoma sendiri bilang, "Saya takut publikasi. Ternyata, saya sudah terseret jauh."
Rhoma Irama terhitung sebagai salah satu penghibur yang paling sukses dalam mengumpulkan massa. Rhoma Irama bukan hanya tampil di dalam negeri tapi ia juga pernah tampil di Kuala Lumpur, Singapura, dan Brunei dengan jumlah penonton yang hampir sama ketika ia tampil di Indonesia. Sering dalam konser Rhoma Irama, penonton jatuh pingsan akibat berdesakan. Orang menyebut musik Rhoma adalah musik dangdut, sementara ia sendiri lebih suka bila musiknya disebut sebagai irama melayu.

Pada 13 Oktober 1973, Rhoma mencanangkan semboyan "Voice of Moslem" (Suara Muslim) yang bertujuan menjadi agen pembaru musik Melayu yang memadukan unsur musik rock dalam musik Melayu serta melakukan improvisasi atas aransemen, syair, lirik, kostum, dan penampilan di atas panggung. Menurut Achmad Albar, penyanyi rock Indonesia, "Rhoma pionir. Pintar mengawinkan orkes Melayu dengan rock". Tetapi jika kita amati ternyata bukan hanya rock yang dipadu oleh Rhoma Irama tetapi musik pop, India, dan orkestra juga. inilah yang menyebabkan setiap lagu Rhoma memiiki cita rasa yang berbeda.
Bagi para penyanyi dangdut lagu Rhoma mewakili semua suasana ada nuansa agama, cinta remaja, cinta kepada orang tua, kepada bangsa, kritik sosial, dan lain-lain. "Mustahil mengadakan panggung dangdut tanpa menampilkan lagu Bang Rhoma, karena semua menyukai lagu Rhoma," begitu tanggapan beberapa penyanyi dangdut dalam suatu acara TV.
Rhoma juga sukses di dunia film, setidaknya secara komersial. Data PT Perfin menyebutkan, hampir semua film Rhoma selalu laku. Bahkan sebelum sebuah film selesai diproses, orang sudah membelinya. Satria Bergitar, misalnya. Film yang dibuat dengan biaya Rp 750 juta ini, ketika belum rampung sudah memperoleh pialang Rp 400 juta. Tetapi, "Rhoma tidak pernah makan dari uang film. Ia hidup dari uang kaset," kata Benny Muharam, kakak Rhoma, yang jadi produser PT Rhoma Film. Hasil film tersebut antara lain disumbangkan untuk masjid, yatim piatu, kegiatan remaja, dan perbaikan kampung.
Ia juga terlibat dalam dunia politik. Di masa awal Orde Baru, ia sempat menjadi maskot penting PPP, setelah terus dimusuhi oleh Pemerintah Orde baru karena menolak untuk bergabung dengan Golkar. Rhoma Sempat tidak aktif berpolitik untuk beberapa waktu, sebelum akhirnya terpilih sebagai anggota DPR mewakili utusan Golongan yakni mewakili seniman dan artis pada tahun 1993. Pada pemilu 2004 Rhoma Irama tampil pula di panggung kampanye PKS. Rhoma Irama sempat kuliah di Universitas 17 Agustus Jakarta, tetapi tidak menyelesaikannya. "Ternyata belajar di luar lebih asyik dan menantang," katanya suatu saat. Ia sendiri mengatakan bahwa ia banyak menjadi rujukan penelitian ada kurang lebih 7 skripsi tentang musiknya telah dihasilkan. Selain itu, peneliti asing juga kerap menjadikannya sebagai objek penelitian seperti William H. Frederick, doktor sosiologi Universitas Ohio, AS yang meneliti tentang kekuatan popularitas serta pengaruh Rhoma Irama pada masyarakat.
Pada bulan Februari 2005, dia memperoleh gelar doktor honoris causa dari American University of Hawaii dalam bidang dangdut, namun gelar tersebut dipertanyakan banyak pihak karena universitas ini diketahui tidak mempunyai murid sama sekali di Amerika Serikat sendiri, dan hanya mengeluarkan gelar kepada warga non-AS di luar negeri. Selain itu, universitas ini tidak diakreditasikan oleh pemerintah negara bagian Hawaii.
Sebagai musisi, pencipta lagu, dan bintang layar lebar, Rhoma selama kariernya, seperti yang diungkapkan, telah menciptakan 685 buah lagu dan bermain di lebih 10 film.
Pada tanggal 11 Desember 2007, Rhoma merayakan ulang tahunnya yang ke 61 yang juga merupakan perayaan ultah pertama kali sejak dari orok, sekaligus pertanda peluncuran website pribadinya, rajadangdut.com.

Kontroversi

  • Pada tahun 2003, Rhoma kembali menjadi sorotan media karena mengkritik Inul Daratista, penyanyi dangdut yang sedang naik daun karena mengandalkan gaya tarinya yang dianggap mesum. Rhoma dengan mengatas-namakan organisasi PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia), menentang peredaran album Goyang Inul yang dirilis Blackboard pada akhir Mei 2003. Pada saat itu Rhoma Irama kemudian dikecam sebagai seorang munafik oleh pendukung Inul.
  • Juga pada tahun 2003, Rhoma dalam sebuah pengerebekan, tertangkap basah beduaan sedang berduaan di apartemen Angel Lelga, sekitar jam 11-4 pagi. Pengerebekan ini banyak ditayangkan media infotainment, dan menjadi permulaan turunnya pamor raja dangdut ini. Kejadian ini disanggah Rhoma dengan berdalih bahwa ia hanya memberikan nasihat dan petuah agar menghindarkan Angel Lelga dari jurang kenistaan, setelah beberapa waktu kemudian Rhoma mengakui bahwa ia sebenarnya telah menikah dengan Angel Lelga.[3]
  • Pada November 2005, tayangan Kabar-kabari memberitakan Rhoma Irama mengatakan GIGI adalah band frustasi dan tidak kreatif. Komentar tersebut berhubungan dengan kesuksesan album rohani Raihlah Kemenangan yang dirilis GIGI. Menurut Rhoma, album yang sepenuhnya berisi lagu aransemen ulang itu mengesankan kelompok musik tersebut sebagai band yang frustasi dan tidak kreatif. Berita ini kemudian disanggah oleh Rhoma. (Sebenarnya berita ini sudah diralat, setelah Rhoma Irama mengirimkan protes ke meja redaksi RCTI dan manajemen acara infotaintment KABAR-KABARI. Berita ini beredar karena kesalahan narator dalam menanggapi berita tentang pernyataan Rhoma Irama. Dan Rhoma Irama sendiri dengan band GIGI tidak ada masalah dan "santai" saja.[4]
  • Pada Januari 2006, kembali Rhoma di hadapan anggota DPR mengeluarkan pernyataan menentang aksi panggung Inul, dalam dengar pendapat pembahasan RUU Antipornografi antara DPR dan kalangan artis.

Pasangan hidup

  • Rhoma menikahi Veronica pada 1972, seorang wanita Nasrani yang menjadi muslim setelah dinikahinya, yang kemudian memberinya tiga orang anak, Debby (31), Fikri (27), dan Romy (26). Rhoma akhirnya bercerai dengan Veronica bulan Mei 1985.
  • Sebelum bercerai, sekitar setahun sebelumnya, Rhoma menikahi Ricca Rachim, juga seorang wanita Nasrani yang kemudian menjadi muslim setelah dinikahinya — lawan mainnya dalam beberapa film seperti Melodi Cinta, Badai di Awal Bahagia, Camellia, Cinta Segitiga, Pengabdian, Pengorbanan, dan Satria Bergitar. Hingga sekarang, Ricca tetap mendampingi Rhoma sebagai istri. Mereka mengangkat seorang anak bernama Ridho Irama/Ridho Rhoma (sumber lain yang tidak jelas mengatakan bahwa Ridho merupakan anak kandung Rhoma dari wanita bernama Marwah Ali)[5]
  • Pada tanggal 2 Agustus 2005, Rhoma mengumumkan telah menikahi artis sinetron Angel Lelga secara siri pada 6 Maret 2003, namun hari itu juga ia menceraikannya.
  • Veronica sempat menikah kembali (1991) kemudian sang suami yang seorang pejabat meninggal, Veronica sendiri meninggal di tahun 2005 dengan mengalami berbagai penyakit, anak-anaknya mengakui pada pers selama Veronica sakit Rhoma Irama lah yang menanggung semua biaya perawatan hingga ke Singapura mengingat Veronica bukan lagi artis yang produktif dan telah menjadi janda karena suaminya telah meninggal. Keluarga mencatat bahwa Rhoma tetap berperan dalam keluarga tersebut.
  • Pada saat Rhoma Irama digerebek oleh wartawan di Apartemen bersama Angel Lelga sebenarnya keduanya telah menikah secara siri, otak dibalik pengerebekan tersebut adalah Yati Octavia dan suaminya Pangky Suwito yang juga tinggal di Apartemen Semanggi dan turut hadir bersama wartawan pada saat pengebrekan. 

Diskografi

(belum lengkap)

Filmografi

1 komentar: